Penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari, terus bergulir meski diwarnai mangkirnya seju...
IDENESIA.CO - Penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari, terus bergulir meski diwarnai mangkirnya sejumlah saksi kunci.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berupaya membongkar jejaring pengaruh yang diduga turut bermain dalam pusaran bisnis dan kekuasaan di Kalimantan Timur.
KPK kembali memanggil sembilan saksi dalam lanjutan penyidikan kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Kukar, Rita Widyasari. Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung di Kantor BPKP Kalimantan Timur, Selasa (29/4/2025). Namun dua nama penting tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
Mereka adalah Achmad Husry (AH), Komisaris Utama PT Bara Kumala Grup, dan Andriayu Parambanan (ADP), Direktur Utama PT Petrona Naga Jaya.
“Yang tidak hadir, Achmad Husry, sedang berobat di Jakarta. Andriayu Parambanan, tidak ada kabar,” ungkap Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, saat dikonfirmasi Rabu (30/4/2025).
Absennya dua saksi ini menambah daftar tokoh yang belum tuntas diperiksa dalam kasus yang disebut-sebut berkaitan dengan praktik kolusi antara pejabat daerah dan para pengusaha tambang besar di Kaltim.
Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa sejumlah tokoh nasional, termasuk Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno, serta politisi Partai NasDem, Ahmad Ali. Selain itu, beberapa nama pebisnis batu bara lokal seperti Said Amin, Haji Masdari, dan Haji Fitri Junaidi (PT Bara Kumala Sakti Tbk) turut dipanggil.
Juru bicara KPK menyatakan semua nama yang dipanggil, termasuk yang belum hadir, masuk dalam satu Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang berkaitan erat dengan kasus Rita.
“Masih satu Sprindik dasar pemanggilannya,” tegas Tessa.
Meskipun belum ada jadwal pemeriksaan lanjutan di Kalimantan Timur, KPK memastikan akan menjadwal ulang pemanggilan saksi yang belum memenuhi panggilan.
Keterkaitan antara pengusaha, tokoh politik, dan mantan kepala daerah dalam kasus ini menunjukkan dugaan kuat adanya jaringan kekuasaan yang saling menguntungkan dan menjadi hambatan serius bagi penegakan hukum.
(Redaksi)