IDENESIA.CO - Hasil Uji Laboratorium yang dilakuan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinsa menunjukkan bahwa adanya Nilao RON yang didistribusi...
IDENESIA.CO - Hasil Uji Laboratorium yang dilakuan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinsa menunjukkan bahwa adanya Nilao RON yang didistribusikan Pertamina kepada masyakat dibawah standar minimal.
Hasil uji ilmiah ini disampaikan dalam konferensi pers di Balaikota Samarinda pada Senin (5/5/2025)sore.
Mengedepankan pendekatan berbasis data dan metode ilmiah, Andi Harun menegaskan bahwa Pemkot sengaja tidak ikut turun ke lapangan seperti yang dilakukan banyak pihak melainkan memilih fokus pada pengujian laboratorium yang sah dan objektif.
“Kalau semua turun ke lapangan, keruwetan justru bertambah ini bukan soal spekulasi, ini soal keilmuan. Dan hari ini, kita punya jawabannya berdasarkan fakta ilmiah,” ujarnya.
Tim akademisi independen dari Politeknik Negeri Samarinda (Polnes), didukung oleh tiga institusi penguji lainnya, ditunjuk untuk menganalisis sampel BBM yang dikumpulkan dari berbagai lokasi, termasuk kendaraan yang terdampak langsung.
Hasilnya, sangat mengungkap.Dari tiga sampel BBM yang diambil dari kendaraan warga, semuanya memiliki nilai RON (Research Octane Number)di bawah standar minimal Pertamax (RON 92):
* Sample 1: RON 86,7
* Sample 2: RON 89,6
* Sample 3: RON 91,6
Sample terbaik (RON 91,6) diuji lebih dalam. Hasilnya mengejutkan:
* Kandungan timbal (Pb): 66 ppm – jauh di atas ambang wajar
* Kandungan air: 742 ppm – terbukti secara metode Karl Fischer
* Total aromatik: 51,16%
* Benzena: 8,38% – terdeteksi lewat metode GC-MS
“Ada yang mengatakan tidak ada air dalam BBM itu tapi faktanya air tak selalu terlihat mata uji lab membuktikan ada kandungan air signifikan yang mengganggu performa kendaraan,” tuturnya.
Lebih jauh, uji SEM-EDX dan FTIR mengungkap kontaminasi logam berat seperti timah (Sn), rhenium (Re), dan timbal (Pb) yang mempercepat reaksi kimia dan menyebabkan pembentukan gumpala. Getah kimia yang bisa menyumbat sistem injeksi mesin.
“Bahan-bahan ini bukan dari tangki kendaraan ini murni dari bahan bakar yang rusak bukan kendaraan masyarakat yang rusak,” tegasnya.
Andi Harun juga menjelaskan bahwa kontaminasi bisa terjadi karena berbagai faktor: * Penyimpanan terlalu lama * Terpapar sinar matahari langsung * Ventilasi tangki yang buruk * Penambahan zat aditif secara tidak terukur Salah satu temuan penting adalah kemungkinan masuknya zat aditif seperti timbal secara sengaja, dengan niat memperbaiki kualitas BBM tapi dilakukan tanpa takaran yang tepat—berakibat sebaliknya. Meski begitu, Pemkot tidak menuding pihak manapun sebagai pelaku semua hasil analisis diserahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. “Kami tidak menunjuk siapa yang salah wewenang kami hanya menyampaikan bukti ilmiah biarkan penegak hukum yang bekerja,” ucapnya. Sebagai bentuk tanggung jawab moral, Pemkot juga telah menyalurkan bantuan senilai Rp300 ribu kepada warga yang kendaraannya terdampak. Namun, ia berharap laporan laboratorium ini bisa menjadi titik balik untuk pembenahan menyeluruh terhadap pengawasan distribusi BBM di Samarinda. “Kami tidak main-main hasil ini zero asumsi, penuh validasi. Kami tidak bicara berdasarkan opini tapi fakta akademik yang dapat dipertanggungjawabkan,” pungkasnya. (Adv)