Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap jaringan gelap kejahatan seksual terhadap anak yang beroperasi melalui dua grup Facebook ber...
IDENESIA.CO - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap jaringan gelap kejahatan seksual terhadap anak yang beroperasi melalui dua grup Facebook bertema hubungan inses. Jaringan ini tidak hanya menyebarkan konten asusila, namun juga memperdagangkannya dalam format digital.
“Enam orang tersangka kami tangkap di Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bengkulu,” kata Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Tersangka MR, admin sekaligus pencipta grup “Fantasi Sedarah”, ditangkap di Jawa Barat. Dari ponselnya ditemukan 402 gambar dan tujuh video bermuatan pornografi. Ia membuat grup tersebut sejak Agustus 2024 untuk memuaskan fantasi pribadi sekaligus berbagi konten antar anggota.
Tersangka DK, ditangkap di Jawa Barat, menjadi kontributor aktif sekaligus penjual konten. Ia menawarkan 20 hingga 40 konten video atau foto dengan harga Rp 50.000–Rp 100.000.
“DK menjual konten pornografi anak kepada sesama anggota grup,” ujar Himawan.
Lebih parah lagi, tersangka MS dan MJ memproduksi sendiri video asusila bersama anak. Keduanya tidak hanya menyebarkan, tapi juga menjadi pelaku langsung eksploitasi seksual anak.
MJ diketahui merupakan buronan kasus asusila terhadap anak di Bengkulu dengan sedikitnya empat korban anak.
MA dan KA, dua tersangka lain, berperan sebagai penyebar ulang konten. Mereka menyimpan, mengunduh, dan menyebarkan kembali materi pornografi anak ke dalam grup Facebook. Dari MA ditemukan 66 gambar dan dua video, sedangkan KA aktif di grup lain bernama “Suka Duka”.
Polisi menyita sejumlah barang bukti berupa perangkat digital seperti ponsel, laptop, serta beberapa akun media sosial yang digunakan untuk aktivitas kejahatan ini.
Enam tersangka dijerat dengan kombinasi pasal dari UU ITE, UU Pornografi, UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman maksimal hingga 15 tahun penjara dan denda mencapai Rp 6 miliar.
“Ini adalah bentuk komitmen Polri untuk melindungi anak-anak dari ancaman predator di ruang digital. Masyarakat juga kami ajak waspada dan aktif melapor jika menemukan konten mencurigakan,” kata Brigjen Himawan.
Kasus ini menjadi pengingat betapa dunia digital bisa menjadi ruang berbahaya jika tidak diawasi. Himawan menegaskan pentingnya kolaborasi antara aparat penegak hukum dan masyarakat dalam menjaga anak-anak dari kejahatan siber.
“Jangan biarkan ruang digital menjadi tempat tumbuhnya predator anak. Laporkan, cegah, dan awasi,” pungkasnya.
(Redaksi)